Langsung ke konten utama

Tradisi Dekahan



TRADISI DEKAHAN
“Study Kasus di desa Sidorejo Boyolali Jawa Tengah”
 Mudhofir
12010027
Dipresentasikan Dalam Mata Kuliah; Islam dan Budaya Lokal
Dosen Pengampu: Akhmad Shidqi, M. Hum
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran (STAISPA)

PENDAHULUAN
Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia, Allah telah menciptakan bumi dengan segala isinya dan Allah juga yang telah menjaganya, dengan berbagai perubahan musim yang telah mempengaruhi siklus bumi agar seimbang dan berbagai fenomena Alam lain yang kadang manusia tak dapat menyadari bahwa semua itu menunjukkan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Oleh karena itu, salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah menciptakan bumi dengan segala isinya yaitu dengan melaksanakan ritual upacara dekahan.
Upacara dekahan merupakan sebuah ritual yang biasanya di lakukan oleh masyarakat jawa, dekahan berarti menyedekahi bumi atau niat bersedekah untuk kesejahteraan bumi. Bersedekah adalah hal yang sangat di anjurkan, selain sebagai bentuk dari ucapan syukur atas segala nikmat yang telah di berikan Allah, bersedekah juga dapat menjauhkan diri dari sifat kikir dan dapat pula menjauhkan diri dari musibah. Melihat dari semua itu, sungguh sangat perlu untuk melaksanakan ritual dekahan. Bumi yang hakikatnya sebagai tempat hidup dan bertahan hidup bagi semua makhluk yang ada didalamnya, sudah selayaknya kita sebagai manusia yang sejatinya adalah pemimpin di muka bumi ikut menjaga dan mendo’akan agar keselamatan dan kesejahteraannya terjaga. Bila bumi sejahtera, tanah subur, tentram, tidak ada musibah, maka kehidupan di bumi pun akan terjaga dan manusia pun pada akhirnya yang memetik dan menikmati kesejahteraan itu.
Masyarakat Desa Sidorejo sebagian besar masih peduli pada pelaksanaan upacara-upacara adat, mereka masih meyakini akan manfaat dari pelaksanaan upacara adat yang sudah terselenggara sejak zaman dahulu, sehingga mereka masih melestarikan upacara-upacara adat. Salah satu upacara adat yang masih dilestarikan adalah upacara adat dekahan  Yang menarik untuk dikaji dari upacara adat dekahan ini adalah terjadinya akulturasi budaya antara Islam dan budaya Jawa setempat.

PEMBAHASAN
a.     Kondisi Biografis
Desa Sidorejo merupakan salah satu desa terpencil di daerah kabupaten Boyolali Jawa Tengah, letaknya di bagian paling utara sendiri berbatasan dengan daerah Purwodadi, berbeda dengan daerah Boyolali pada umumnya karena jarak antara kabupaten Boyolali dengan desa Sidorejo sangat jauh sekali bahkan kalau ketika mau urusan administrasi misalnya mau membuat SIM (Surat Ijin Mengemudi) maka warga Sidorejo harus menempuh jarak yang sangat jauh yaitu harus melewati daerah kabupaten Sragen dan sebagian daerah Karang anyar. Maka masyarakat desa Sidorejo lebih dominan di daerah Purwodadi dari pada Kabupatennya sendiri, yang menjadi kebanggaan dari warga di desa Sidorejo ada wana wisata dan waduk Kedung ombo yang terkenal dengan ikan khasnya yaitu ikan mujahir dan betutu.
Kalau dilihat dari struktur geografisnya masyarakat desa Sidorejo ini termasuk dalam kategori tanah goyang, tanah goyang yaitu struktur tanah yang berubah-rubah maksudnya tanah didaerah Sidorejo tidak bisa awet ketika dibangun, hal ini terbukti ketika jalan Sidorejo setiap ada perbaikan maupun pengerasan jalan dan aspal maka dalam jangka tiga bulan maupun empat bulan jalan itu sudah rusak, bukti lagi didaerah Sidorejo ini tidak ada rumah yang terbuat dari tembok semua rumah terbuat dari kayu itu dikarenakan setiap ada warga yang membangun rumahnya dengan tembok maka dalam jangka tiga bulan maupun empat bulan tembok tersebut sudah mulai retak.
Kalau dilihat dari segi ekonominya hampir semua warga Sidorejo termasuk dalam kategori ekonomi menengah ke bawah, pekerjaan kesehariannya yaitu bertani karena didaerah Sidorejo masih banyak hutan yang lebat dan area sawah yang sangat luas walaupun dalam area pertanian mereka masih mengandalkan tadah hujan sehingga dalam satu tahun harus puas dengan panen cuma dua kali, hasil panen yang melimpah dari sawah mereka yang paling banyak yaitu padi, yang kemudian disimpan didalam lumbung untuk kebutuhan sehari-hari
 Kalau dilihat dari segi Pendidikan warga desa Sidorejo hampir semua lulusan SD (Sekolah Dasar) sampai SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), kalaupun ada yang sudah Sarjana dan sudah menjadi PNS itupun bisa dihitung dengan jari, hal itu lagi-lagi disebabkan dengan factor ekonomi. Dengan melihat dari semua Geografis diatas masyarakat desa Sidorejo masih kental dengan ritual-ritual atau adat jawa yang turun temurun dari nenek moyang mereka salah satu contoh yaitu ritual dekahan.

b.     Asal mula Dekahan
Ritual sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa ini merupakan salah satu jalan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan.
Menurut cerita dari para nenek moyang orang jawa terdahulu, “Tanah itu merupakan pahlawan yang sangat besar bagi kehidupan manusia di muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan yang layak dan besar. Dan ritual sedekah bumi inilah yang menurut mereka sebagai salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat jawa khususnya para petani untuk menunjukan rasa cinta kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehidupan bagi manusia”. Sehingga dengan begitu maka tanah yang dipijak tidak akan pernah marah seperti tanah longsor dan banjir dan bisa bersahabat bersandingan dengan masyarakat yang menempatinya.
Selain itu, ritual dekahan dalam tradisi masyarakat Sidorejo juga merupakan salah satu bentuk untuk menuangkan serta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas nimat dan berkah yang telah diberikan-Nya. Sehingga seluruh masyarakat Sidorejo bisa menikmatinya. dekahan pada umumnya dilakukan sesaat setelah masyarakat yang mayoritas masyarakat agraris habis menuai panen raya. Sebab tradisi dekahan hanya berlaku bagi mereka yang kebanyakan masyarakat agraris dan dalam memenuhi kebutuhannya dengan bercocok tanam. Meskipun tidak menuntut kemungkinan banyak juga dari masyarakat nelayan yang juga merayakannya sebagai bentuk rasa syukurnya kepada tuhan, yang menurut para nelayan disebut dengan sedekah laut. Itu sebagai bentuk rasa sukur masyarakat nelayan kepada tuhan sebab mereka bisa melaut dan mengais rizqi di dalamnya.

c.      Tujuan acara dekahan
Tujuan dari dilaksanakan upacara dekahan supaya keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat menyertai seluruh warga desa Sidorejo dan sekitarnya. Menurut kepercayaan orang Jawa upacara dekahan harus dilakukan dengan tujuan untuk “menyelameti” atau “menyedekahi” sawah yang dimiliki, agar hasil pertanian melimpah, maka bumi yang mereka tanami tersebut harus diselameti agar tidak ada gangguan. “Karena, segala rezeki yang kita dapat itu tidak hanya berasal dari kita sendiri, melainkan lewat campur tangan Tuhan,” warga diajarkan untuk terus mendekat pada Tuhan. Menurutnya, rezeki itu tidak semata uang, tapi juga kebahagiaan, kenyamanan dan keamanan berkehidupan dalam masyarakat. Upacara dekahan menurut kepercayaan di desa Sidorejo, wajib dilaksanakan setiap tahun sekali. Biasanya dengan melaksanakan upacara dekahan dipercaya akan mendatangkan kebaikan. masyarakat percaya bahwa bumi yang ditempati akan aman dan tidak terjadi bencana, Apabila “diselameti”.

d.     Rangkaian acara Dekahan
Pada acara upacara tradisi Dekahan umumnya, biasanya upacara ini dilaksanakan pada bulan “apit” adapun harinya kesepakatan dari warga tentunya setelah panen selesai, tidak banyak peristiwa dan kegiatan yang dilakukan di dalamnya. Hanya saja, pada waktu acara tersebut biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya tradisi sedekah bumi membuat tumpeng dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di balai desa atau tempat tempat yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara ritual dekahan tersebut.
Setelah itu, kemudian masyarakat membawa tumpeng tersebut ke balai desa atau tempat setempat untuk di doakan oleh sesepuh adat. setelah di doakan oleh sesepuh adat, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang membuatnya sendiri. Nasi tumpeng yang sudah di doakan oleh sesepuh adat setempat kemudian di makan secara ramai ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa nasi tumpeng tersebut yang membawanya pulang untuk dimakan beserta sanak keluarganya di rumah masing-masing. Pembuatan nasi tumpeng ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat upacara tradisi tradisional itu.
Makanan yang menjadi makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual dekahan adalah nasi tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan dan lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi perioritas yang utama. pada acara akhir para petani biasanya menyisakan sebagian makanan itu dan diletakkan di sudut-sudut petak sawahnya masing-masing sebagai Bentuk Rasa Syukur, namun hal tersebut sudah tidak dilakukan lagi karena masyarakat sudah bisa memahami arti syukur sesungguhnya.
Dalam puncaknya acara ritual dekahan di akhiri dengan melantunkan doa bersama-sama oleh masyarakat setempat dengan dipimpin oleh sesepuh adat. Doa dalam dekahan tersebut umumnya dipimpin oleh sesepuh kampung yang sudah sering dan terbiasa mamimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik dalam lantunan doa yang ada dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang menarik dalam lantunan doa tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat kalimat Jawa dan dipadukan dengan doa yang bernuansa Islami.
Ritual sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa ini merupakan salah satu jalan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan.

e.     Dekahan Islam lokalitas
Dekahan adalah suatu ritual budaya  peninggalan nenek moyang sejak ratusan tahun lalu. Dahulu pada masa Hindu ritual tersebut dinamakan sesaji bumi. Pada masa Islam, terutama masa Wali songo (500 tahun yang lalu) ritual budaya sesaji bumi tersebut tidak dihilangkan, malahan dipakai sebagai sarana untuk melestarikan /mensyiarkan ajaran Allah yaitu ajaran tentang Iman dan Takwa atau didalam bahasa jawa diistilahkan eling lan waspodo yang artinya tidak mempersekutukan Allah dan selalu tunduk dan patuh mengerjakan perintah dan menjauhi larangan AIIah. Untuk mensyiarkan dan melestarikan ajaran Iman dan Takwa, maka para Wali menumpang ritual budaya sesaji bumi yang dulunya untuk alam diubah namanya menjadi upacara dekahan yang diberikan kepada manusia khususnya anak yatim dan fakir miskin tanpa membedakan suku, agama, ras, atau golongan.
Sebenarnya ritual upacara sedekah bumi sudah lama dikenal bangsa indonesia jauh sebelum mencapai kemerdekaan dengan mendirikan negara republik indonesia. Sebelum agama islam masuk ke tanah air, waktu itu belum muncul nama indonesia, sebagian penduduk berpegang pada kepercayaan lama, yang dalam istilah ilmu agama disebut animisme, dinamisme, fetisisme, dan politheisme. Sebagian yang lain memeluk agama hindu dan buddha. Mereka mempercayai adanya kekuatan supernatural yang mengusai alam semesta, berupa dewa-dewa. upacara-upacara yang dimaksudkan untuk memuja dewa laut dan dewa bumi dibiarkannya tetap berjalan, meski sebagian penduduk itu sudah memeluk agama islam. Hanya saja, mantra-mantranya diganti dengan doa-doa secara islam, dan nama upacara disesuaikan dengana ajaran islam, yaitu dengan istilah dekahan. Perubahan yang menyangkut aspek teologis dilakukan secara bertahap, sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial. Ini merupakan salah satu metode dakwah mubaligh pada masa awal kedatangan islam di tanah air indonesia.

PENUTUP
Pelaksanaan upacara dekahan yang diselenggarakan oleh  masyarakat Desa Sidorejo Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali, merupakan usaha masyarakat setempat untuk menjaga keseimbangan alam, manusia menjaga hubungan dengan penguasa alam (hablum minallah) dan menjaga hubungan dengan sesama manusia  (hablum minannas). Hal ini bahwa upacara religi atau agama, yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat.
Upacara dekahan cukup menarik karena melibatkan seluruh masyarakat yang merasa memiliki tradisi tersebut. Dengan terlibatnya masyarakat secara merata membuat tradisi ini mampu terpelihara dari waktu ke waktu dengan berbagai nuansa-nuansa baru dengan tetap mempertahankan persyaratan upacara yang dianggap harus ada, baik dari segi peralatan maupun langkah- langkah yang harus dilalui. Upacara dekahan ini, disamping menarik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut sebagai bagian dari aktifitas budaya penyelarasan dengan alam lingkungan, juga menjadi tontonan budaya bagi masyarakat lain yang tidak terlibat secara langsung dengan kegiatan ini. Dengan berkumpulnya berbagai lapisan masyarakat pendukung maupun yang datang sebagai penonton, maka tradisi ini sekaligus dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata, minimal wisata local.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upacara Adat Ammateang

Upacara Adat Ammateang Bugis Oleh : Zulkifli (12010047) Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran Pendahuluan Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan kemiskinan. Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas adat dan   budaya yang tunggal bukan berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman adat dan budaya yang ada membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi adat dan budaya yang luar biasa, jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil cipta manusia. Dengan demikian adat dan Budaya amupun tradisi akan selalu mengalami dinamis dan mendapatkan akulturasi dari berbagai aspek seperti ajaran islam. Pembahasan di sini menggali sebuah adat suku bugis di pulau bagian timur tepatnya di sulawesi selatan. Adat tersebut di kenal dengan nama Upacara Adat Ammateang yang mengalami akulturasi dengan islam yang sejalan dengan perkembangan zaman. Adat Upacara Adat

Selamatan Tujuh Bulanan (Tingkeban)

Selamatan Tujuh Bulan / Tingkeban Mufijatul Hasanah/ 12010028 Islam Budaya Lokal/ M. Sidqi, M. Hum Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran A. Pendahuluan Proses terjadinya manusia merupakan peristiwa yang sangat menakjubkan, sebagai tanda keagungan Sang Pencipta. Berwujud dari benda yang tak bernilai /sperma secara bertahap berubah hingga akhirnya sempurna dan lengkap dengan anggota badan yang tersusun rapi dan rumit, bahkan dilengkapi dengan akal pikiran, budi pekerti dan perasaan. Ajaran Islam bisa dinyatakan telah kuat jika sudah mentradisi ditengah masyarakat muslim, sehingga tradisi menjadi sangat menentukan dalam keberlangsungan ajaran disaat tradisi itu telah menyatu dengan ajaran, karena tradisi merupakan darah daging dalam tubuh masyarakat, sementara mengubahnya adalah sesuatu yang sangat sulit, maka sangatlah bijaksana ketika tradisi tidak diposisikan berhadapan dengan ajaran, tetapi sebagai pintu masuk suatu ajaran. Dalam makalah ini sekilas dibahas tentang

Budaya Lokal dan Islam di Kabupaten Kudus

Budaya Lokal dan Islam di Kabupaten Kudus Oleh : Miftahul Karim Pendahuluan Kabupaten Kudus merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukota kabupaten ini adalah Kudus, terletak di jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang dan Kota Surabaya. Kota ini terletak kurang lebih 51 kilometer dari timur Kota Semarang. Kabupaten kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten Jepara di barat. Kudus merupakan penghasil rokok kretek terbesar di Jawa tengah dan juga merupakan kota santri. Kota ini merupakan pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Selain sebagai penghasil rokok kretek terbesar dan sota santri, kudus juga merupakn kabupaten yang kaya akan kebudayaannya. Seperti dandangan, buka luwur, juga bulusan, serta berbagai macam ragam daerahnya yang menarik untuk diamati dan dipelajari. PEMBAHASAN Seperti banyak daerah di Indonesia, Kabupaten kudus juga memiliki ragam kebudayaan y