Langsung ke konten utama

Tradisi Genduren



Tradisi Genduren: Selamatan, Tahlilan, dan Berkatan
Oleh: Silmi Nur Laili (12010042)
Prodi Ilmu Al Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Pendahuluan
Berbagai macam budaya memang menjadi salah satu yang menjadi unsur kekayaan akan sebuah negara, yang harusnya selalu kita jaga kelestariannya. Dan kemudian antara satu wilayah dengan wilayah lainnya yang dekat pun kadang budaya itu berbeda beda. Tentunya ini juga menjadi bukti kuat bahwa negara Indonesia itu kaya. Kaya akan tradisi, dan kaya akan Budaya.
Tidak dipungkiri juga di Wonosobo, kota yang terletak di dataran Tinggi di Provinsi Jawa Tengah. Berbagai Tradisi dan Budaya terdapat disini, salah satunya adalah budaya Genduren yang sudah turun temurun dari jaman dahulu dan hingga sekarang.

Sejarah dan pengertian Genduren
Genduren berasal dari kata Gendo-gendo rasa, yang jika di artikan dalam bahasa Indonesia artinya adalah cerita atau bisa dibilang curhat. Adalah Berkumpulnya sanak saudara dan tetangga dalam kediaman seseorang untuk memperingati dan mendoakan  apa yang menjadi hajat penyelenggara Genduren. Asal mula Genduren dari ketika agama Hindu masih Berjaya di tanah air. Ketika ada seseorang menikah, mempunyia anak dan meninggal dunia pada tradisi Hindu dilakukan rutinitas lek-lekan atau tidak tidur diwaktu malam hari, yang dihadiri oleh semua sanak saudara dan tetangga terdekat. Dalam kegiatan lek-lekan tersebut, orang biasanya main kartu, atau gaplek kemudian menghadirkan sesajen untuk memperingati hari hari kematian, kelahiran dan pernikahan. Kemudian datanglah wali songo  yang membawa perubahan tradisi Genduren lek-lekan yang berisi main kartu, diganti dengan tahlilan bersama, dan penyembahan sesajen digantikan dengan berkatan atau tahlilan.[1] Acara Genduren ini biasanya untuk memperingati pernikahan, khitanan,  kelahiran. Kemudian prosesi Genduren juga biasa di lakukan untuk memperingati kematian seseoran yang biasa dilakukan ketika 7 harian, 40 harian, 100 harian dan kemudian 1000 harian.
Acara Genduren ini dihadiri oleh keluarga dan  tetangga-tentangga terdekat,  untuk jumlah berapa orang yang hadir tergantung keluarga yang mengundang, antar keluarga satu dan keluarga lainnya berbeda beda, perbedaan ini dilihat dari perekonomian keluarga. Jika orang yang mengadakan kenduren itu berada/ mampu biasanya mengundang sampai satu dukuh bahkan satu Desa untuk menghadiri kenduren itu, kemudian keluarga yang perekonomian sedang biasanya mengundang sampai beberada RT, tetapi bagi keluarga yang kurang mampu biasanya hanya mengundang para sanak saudara dan tetangga terdekat.  kemudian prosesi Genduri ini dipimpin oleh Kiyai atau orang terkemuka di daerah itu.






Genduren Pernikahan

Genduren pernikahan biasa juga di sebut Genduren Mule, yaitu satu malam sebelum prosesi Ijab Qabul dilakukan, ini dilakukan di mempelai Pria dan Wanita. Genduren mule ini bertujuan untuk mendoakan  prosesi acara pernikahan yang akan dilangsungkan semoga diberi kelancaran tanpa aral suatu apapun, kemudian juga agar sang mempelai kelak dijadikan keluarga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah . Pada prosesi acara Genduren Mule ini,  ketika para tamu undangan sudah datang dilanjutkan dengan sambutan dari pihak keluarga yang isinya  pemberitahuan kapan acara pernikahan di langsungkan, nama-nama dari kedua mempelai, dan kemudian mohon doa restu agar acara pernikahannya berlangsung lancar serta ucapan terimakasih kepada para tamu karena sudah bersedia datang dan memberikan do’a restu.  Setelah sambutan dari pihak keluarga selesai, dilanjutkan pembacaan Tahlil yang dipimpin oleh para pemuka agama. Kiyai atau Ulama setempat. Setelah selesai pembacaan tahlilan dan Do’a, kemudian pembagian Berkat atau bingkisan nasi dan lauk pauk  yang kemudian bisa dibawa pulang oleh para tamu undangan yang hadir.
Genduren Kelahiran
Genduren Kelahiran biasa juga disebut dengan Puputan, yaitu 7 hari nya setelah kelahiran sang bayi atau setelah lepasnya pusar sang bayi, biasanya pemberian nama bayi juga diumumkan ketika ini. Kemudian prosesi puputan sendiri terdiri dari sambutan dari pihak keluarga yang kemudian dilanjutkan dengan marhabanan atau Berjanjen, ketika pembacaan makhalul Qiyam para tamu undangan berdiri dan kemudian bayi keluar dari kamar dan dilanjutkan pemotongan rambut pertama pada bayi, mengelilingi sanak saudara yang hadir pada prosesi genduren tersebut. Genduren Puputan ini bertujuan untuk mendoakan sang bayi agar menjadi anak yang solih dan sholihah. Setelah selesai berjanjen dan selesainya pemotongan rambut sang bayi, kemudian pembagian berkat atau bingkisan nasi dan lauk pauk yang bisa dibawa pulang oleh para tamu undangan yang hadir, hal ini sama dengan Genduren mule. Namun, biasanya acara ini bersamaan dengan aqiqahan untuk bayi tersebut, jika bayi laki-laki maka kambing atau domba yang disembelih 2 ekor, jika bayi perempuan maka kambing yang dipotong hanya 1 ekor, seperti peraturan aqiqah dalam Islam. Maka dari itu, isi dari berkat atau bingkisan yang dibawa oleh tamu undangan dalam acara ini sedikit lebih enak karena hewan yang disembelih untuk aqiqahan tersebut juga dibagikan disini.
Genduren Khitanan
            Genduren Khitanan atau juga Genduren Sepitan adalah pemanjatan doa dan slametan untuk anak yang mau di Khitan atau di sunat, Pada prosesi Genduren Sepitan ini sedikit berbeda juga dengan genduren Mule dan genduren Puputan, karena pada Genduren Sepitan ini biasanya bersamaan dengan khataman ngaji anak yang mau di khitan, biasanya mereka hanya menghatamkan Juz Amma di masjid atau di Tpq tempat mereka belajar mengaji, dalam prosesi Genduren ini, di bacakan surat surat pendek oleh anak yang mau di khitan dan kemudian pembacaan itu diikuti oleh semua tamu undangan yang hadir. Setelah selesai pembacaan khataman kemudian barulah di bacakan tahlil bersama sama, memanjatkan doa agar si anak menjadi anak yang sholeh dan berguna bagi Agama Nusa dan Bangsa. Kadang, dalam prosesi Khataman dan Genduren Seitan ini, anak yang mau di Khitan di arak arak terlebih dahulu menggunakan kuda dari tempat mengajinya menuju rumahnya, diiringi oleh tabuhan rebana dan sorak sorai teman temannya.
Genduren Kematian
Genduren kematian atau juga Genduren Mendak adalah pemanjatan doa untuk orang yang telah meninggal,  ketika Genduren Kematian 7 harian, biasa disebut tujuh Harian atau dalam bahasa Wonosobo di sebut mendak pitung dinaan, ketika Genduren kematian 40 harian, biasa disebut dengan 40 harian atau dalam bahasa Wonosobo disebut mendak patang puluhan. Ketika Genduren kematian 100 harian atau dalam bahasa Wonosobo disebut dengan mendak nyatus. Ketika Genduren kematian 1000 harian biasa disebut dengan 1000 Harian atau dalam bahasa Wonosobo mendak Nyewon. Untuk prosesi acaranya adalah ketika tepat Tujuh hari, tepat empat puluh hari, seratus hari dan seribu hari meninggalnya seseorang. Ketika prosesi Genduren kematian ini adalah sama seperti ketika genduren Mule atau genduren pernikahan, yaitu sambutan dari pihak keluarga dan kemudian pembacaan tahlil bersama sama. Setelah prosesi pembacaan Tahlil selesai adalah pembagian berkat yang berisi nasi dan lauk pauk yang bisa dibawa pulang oleh tamu undangan yang hadir. Genduren kematian ini bertujuan untuk mendoakan orang yang meninggal, semoga diberikan Tempat yang terbaik di sisiNya.
Berkat atau bingkisan Genduren


Berkat berasal dari kata Berkah yang biasa disebut Barokah. Berkat disini berisi bingkisan lauk pauk yang terdiri dari : ketika Genduren Mule dan Kematian atau mendak isi dari berkat tersebut adalah nasi, lauk pauk seperti telur rebus, ayam Goreng, tahu tempe goreng dan kemudian sayurannya adalah sayur mie, dan sayur tempe. Isi dari berkat  ini juga ada makanan wajibnya juga, yaitu ketan, wajik dan biasanya ditambah krecek.[2] Tak jauh berbeda dengan Genduren Mule dan Genduren Mendak, isi dari berkat Genduren Puputan juga tidak jauh dari berkat Mule dan mendak, Cuma perbedaannya dari makanan ringannya, biasa di Genduren puputan ini makanan ringan bukan Ketan, wajik dan krecek, tetapi apem, lapis dan emping.[3]  Untuk penempatan Berkat tersebut, dari dulu hingga sekarang berbeda, dulu tempat berkatnya dari besek[4], kemudian berubah menjadi ceting[5]. Semakin majunya zaman, besek dan ceting itu berubah menjadi kardus. Jika jaman dulu ketika menyiapkan isi dari berkat tersebut dengan cara masak sendiri, tetapi di zaman sekarang mempersiapkan Berkat Genduren bisa dari pesan atau Catering. Hal ini tentunya tidak mengubah maksud dari tujuan Genduren itu.

KESIMPULAN
Selain untuk mendoakan orang yang meninggal, yang baru lahir, yang Khitan dan yang akan menikah, Genduren juga bermanfaat untuk menyatukan tali kekerabatan dan persaudaraan serta hidup bermasyarakat dengan baik dan Rukun.










[1] Sumber dari hasil wawancara Bapak Syarif Usman, Sabtu 21 Desember 2013, pukul 13.30.
[2] Makan khas Wonosobo. Terbuat dari beras ketan yang dikeringkan dan dicetak kecil-kecil    kemudian di goreng, atau di daerah lain disebut rengginang.
[3] Makanan ringan yang bahan dasarnya dari Mlinjo.
[4] Anyaman dari bambu
[5] Wadah berbentuk bulat dari plastik.

Komentar

  1. Terima kasih informasinya. Untuk menghitung selametann orang meninggal bisa menggunakan Aplikasi Online di bawah ini : Aplikasi Online Menghitung Selametan Orang Meninggal Menurut Budaya Jawa, Mudah dan Cepat Tanpa Ribet

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upacara Adat Ammateang

Upacara Adat Ammateang Bugis Oleh : Zulkifli (12010047) Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran Pendahuluan Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan kemiskinan. Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas adat dan   budaya yang tunggal bukan berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman adat dan budaya yang ada membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi adat dan budaya yang luar biasa, jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil cipta manusia. Dengan demikian adat dan Budaya amupun tradisi akan selalu mengalami dinamis dan mendapatkan akulturasi dari berbagai aspek seperti ajaran islam. Pembahasan di sini menggali sebuah adat suku bugis di pulau bagian timur tepatnya di sulawesi selatan. Adat tersebut di kenal dengan nama Upacara Adat Ammateang yang mengalami akulturasi dengan islam yang sejalan dengan perkembangan zaman. Adat Upacara Adat

Budaya Lokal dan Islam di Kabupaten Kudus

Budaya Lokal dan Islam di Kabupaten Kudus Oleh : Miftahul Karim Pendahuluan Kabupaten Kudus merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukota kabupaten ini adalah Kudus, terletak di jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang dan Kota Surabaya. Kota ini terletak kurang lebih 51 kilometer dari timur Kota Semarang. Kabupaten kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten Jepara di barat. Kudus merupakan penghasil rokok kretek terbesar di Jawa tengah dan juga merupakan kota santri. Kota ini merupakan pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Selain sebagai penghasil rokok kretek terbesar dan sota santri, kudus juga merupakn kabupaten yang kaya akan kebudayaannya. Seperti dandangan, buka luwur, juga bulusan, serta berbagai macam ragam daerahnya yang menarik untuk diamati dan dipelajari. PEMBAHASAN Seperti banyak daerah di Indonesia, Kabupaten kudus juga memiliki ragam kebudayaan y

Selamatan Tujuh Bulanan (Tingkeban)

Selamatan Tujuh Bulan / Tingkeban Mufijatul Hasanah/ 12010028 Islam Budaya Lokal/ M. Sidqi, M. Hum Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran A. Pendahuluan Proses terjadinya manusia merupakan peristiwa yang sangat menakjubkan, sebagai tanda keagungan Sang Pencipta. Berwujud dari benda yang tak bernilai /sperma secara bertahap berubah hingga akhirnya sempurna dan lengkap dengan anggota badan yang tersusun rapi dan rumit, bahkan dilengkapi dengan akal pikiran, budi pekerti dan perasaan. Ajaran Islam bisa dinyatakan telah kuat jika sudah mentradisi ditengah masyarakat muslim, sehingga tradisi menjadi sangat menentukan dalam keberlangsungan ajaran disaat tradisi itu telah menyatu dengan ajaran, karena tradisi merupakan darah daging dalam tubuh masyarakat, sementara mengubahnya adalah sesuatu yang sangat sulit, maka sangatlah bijaksana ketika tradisi tidak diposisikan berhadapan dengan ajaran, tetapi sebagai pintu masuk suatu ajaran. Dalam makalah ini sekilas dibahas tentang