Upacara Adat Ammateang Bugis
Oleh :
Zulkifli (12010047)
Prodi Ilmu
Al-Quran dan Tafsir
Sekolah Tinggi
Agama Islam Sunan Pandanaran
Pendahuluan
Keanekaragaman budaya
yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan kemiskinan.
Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas adat dan budaya yang tunggal bukan berarti tidak
memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman adat dan budaya yang ada
membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi adat dan budaya
yang luar biasa, jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil
cipta manusia. Dengan demikian adat dan Budaya amupun tradisi akan selalu
mengalami dinamis dan mendapatkan akulturasi dari berbagai aspek seperti ajaran
islam.
Pembahasan di sini
menggali sebuah adat suku bugis di pulau bagian timur tepatnya di sulawesi
selatan. Adat tersebut di kenal dengan nama Upacara
Adat Ammateang yang mengalami akulturasi dengan islam yang sejalan dengan
perkembangan zaman. Adat Upacara Adat
Ammateang bugis bone di makalah
ini akan di ulas lebih mendalam pada daerah kabupaten Bone sulawesi selatan.
Pembahasan
Para keluarga
berkumpul
Ammateang atau Upacara
Adat Kematian yang dalam adat Bugis merupakan upacara yang dilaksanakan
masyarakat Bugis saat seseorang dalam suatu kampung meninggal dunia.Keluarga,
kerabat dekat maupun kerabat jauh, juga masyarakat sekitar lingkungan rumah
orang yang meninggal itu berbondong-bondong menjenguknya. Pelayat yang hadir
biasanya membawa sidekka (sumbangan kepada keluarga yang ditinggalkan)
berupa barang seperti sarung atau kebutuhan untuk mengurus mayat, selain itu
ada juga yang membawa passolo (amplop berisi uang sebagai tanda turut
berduka cita). Mayat belum mulai diurus
seperti dimandikan dan seterusnya sebelum semua anggota terdekatnya hadir.
Barulah setelah semua keluarga terdekatnya hadir, mayat mulai dimandikan, yang
umumnya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memang biasa memandikan mayat
atau oleh anggota keluarganya sendiri.Hal ini masih sesuai ajaran islam dalam tata cara
mengurus jenazah dalam hal memandikanya sampai mengshalatkanya.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan ketika memandikan mayat, yaitu mabbolo
(menyiramkan air ke tubuh mayat diiringi pembacaan do’a dan tahlil), maggoso’
(menggosok bagian-bagian tubuh mayat), mangojo (membersihkan anus dan
kemaluan mayat yang biasa dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga seperti
anak,adik atau oleh orang tuanya) dan mappajjenne’ (menyiramkan air
mandi terakhir sekaligus mewudhukan mayat). Orang -orang yang bertugas
tersebut diberikan pappasidekka (sedekah) berupa pakaian si mayat ketika
hidupnya lengkap dengan sarung, baju, celana, dan lain sebagainya. Ini menjadi
hal unik di mana orang yang memandi mayat akan mendapat imbalan dari kelurga
duka berupa barang orang yang meniggal.
Mayat yang telah selesai dimandikan kemudian
dikafani dengan kain kaci (kain kafan) oleh keluarga terdekatnya.Setelah
itu imam dan beberapa pengikutnya menyembahyangkan mayat menurut aturan ajaran Islam. Sementara diluar rumah, anggota keluarganya membuat ulereng (usungan
mayat)
atau keranda. Dalam tradisi bugis di kampung saya keranda hanya sekali pakai
atau tidak di simpan lagi.ulereng/keranda ini untuk golongan tau samara
(orang kebanyakan) pada kalangan umum sedangkan ada istilah Walasuji
(untuk golongan bangsawan) yang terbentuk 3 susun. Walasuji atau baruga bermotif segi empat belah ketupat ini sudah
tidak asing lagi dalam khasanah peradaban masyarakat Bugis.
Walasuji/baruga
Kuburan
bangswan yang memakai atap walasuji atau baruga
Bersamaan
dengan pembuatan ulereng/keranda bagian bawah,dibuat pula cekko-cekko,
yaitu semacam tudungan yang berbentuk lengkungan panjang sepanjang liang lahat
yang akan diletakan diatas timbunan liang lahat apabila jenazahnya telah
dikuburkan. Dan apabila, semua tata cara keislaman telah selesai dilakukan dari
mulai memandikan, mengafani, dan menyembahyangkan mayat, maka jenazah pun
diusung oleh beberapa orang keluar rumah lalu diletakan diatas ulereng.
Mengiringi
jenazah yang diantar ke pemakaman
Tata cara membawa usungan atau ulureng
ini terbilang unik dimana dilihat dari tata caranya yang masih di
lestarikan masyarakat bugis dahulu. Ulereng/beranda bagian
bawah diangkat keatas kemudian diturunkan lagi sambil melangkah ke depan, ini
diulangi hingga 3 kali berturut-turut, barulah kemudian dilanjutkan dengan
perlahan menuju ke pekuburan diikuti rombongan pengantar dan pelayat mayat.
Iring-iringan pengantar jenazah bisa berganti-gantian mengusung ulereng.
Semua orang-orang yang berpapasan dengan iringan pengantar jenazah harus
berhenti, sedangkan orang-orang yang berjalan/berkendara dari belakang tidak
boleh mendahului rombongan pengantar jenazah hingga sampai di areal pekuburan.
Di pekuburan, sudah menanti beberapa orang yang akan bekerja membantu
penguburan jenazah. Sesampai di kuburan, mayat segera diturunkan kedalam liang
lahat. Imam atau tokoh masyarakat kemudian meletakkan segenggam tanah yang
telah dibacakan doa atau mantera-mantera ke wajah jenazah sebagai tanda siame’
(penyatuan) antara tanah dengan mayat.setelah itu, mayat mulai ditimbuni
tanah sampai selesai. Lalu Imam membacakan talkin dan tahlil dengan maksud agar
si mayat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat penjaga kubur dengan
lancar. Diatas pusara diletakan buah kelapa yang telah dibelah dua dan tetap ditinggalkan diatas kuburan itu. Diletakan pula payung dan
cekko-cekko’. Hal ini juga masih merupakan warisan kepercayaan lama orang
Bugis, bahwa meskipun seseorang telah meninggal dunia, akan tetapi arwahnya
masih tetap berkeliaran. Karena itu, kelapa dan airnya yang diletakan diatas
kuburan dimaksudkan sebagai minuman bagi arwah orang yang telah meninggal,
sedangkan payung selain untuk melindungi rohnya, juga merupakan simbol
keturunan.
Sekarang ini, ada kebiasaan baru setelah
jenazah dikuburkan, yaitu imam atau ustadz dipesankan oleh keluarga orang yang
sudah meninggal itu agar melanjutkan dengan ceramah dikuburan sebelum
rombongan/pelayat pulang dari kuburan. Ceramah atau pesan-pesan agama yang
umumnya disampaikan sekaitan dengan kematian dan persiapan menghadapi kematian,
bahwa kematian itu pasti akan menemui/dihadapi setiap orang didunia ini dan
karenanya, supaya mendapatkan keselamatan dari siksa alam kubur serta
mendapatkan kebahagian didunia maupun di akherat, maka seseorang harus mengisi
hari-hari kehidupannya dengan berbuat baik dan amal kebajikan sebanyak mungkin.
Sebelum rombongan pengiring mayat pulang,biasanya pihak keluarga terdekat
menyampaikan ucapan terima kasih sekaligus penyampaian undangan takziah.
Semalaman, di rumah duka diadakan tahlilan dan khatam Al-Quran, yaitu membaca
al-Quran secara bergantian. Dari sini mulainya bilampenni, yaitu upacara
selamatan sekaligus penghitungan hari kematian yang dihitung mulai dari hari
penguburan jenazah.Biasa dalakukan selamatan tujuh hari atau empat puluh
harinya. Sekarang ini, upacara bilampenni sudah bergeser namanya menjadi tiga
malam saja. Bilampenni yang di laksanakan dalam tiga malam
itu lebih sering di pakai masyarakat bugis dan di dalam tiga malam itu,Keluarga
yang berduka setiap tiga malam selalu menyediakan makan berupa nasi dan
lauk-pauk pada sore hari yang di wadahi dalam baki atau wadah besar/nampan besar yang di simpan dekat posi bola atau pusat tiang rumah. Makan
yang ada dalam baki itu biasanya dimakan oleh keluarga sendiri seperti
anaknya,cucu-cucunya. Sebagai penutup dalam
bilampenni yaitu, pada esok harinya dilakukan dzikir barzanji dan dilanjutkan santap siang
bersama kerabat-kerabat yang di undang.
Dalam adat bugis, apabila salah seseorang meninggal dunia maka
beberapa hari kemudian, biasanya pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, hari
keseratus atau kapanpun keluarga jenazah mampu dilaksanakan satu upacara adat
yang disebut mattampung, dalam upacara adat ini dilakukan penyembelian sapi.
Penutup
Dalam
rangkaian acara upacara Ammateang suku
bugis sudah banyak peranan ajaran islam dalam upacara tersebut dan tidak bisa
juga di pungkiri dalam acara tersebut adat dan budaya orang dahulu masih
terlestari. Dalam perkembangan zaman adat dan budaya yang terlestari itu akan
mengalami pergesekan yang sesuai kebutuhan pada zamannya.
Makam Syekh Yusuf
SEKIAN,,,
Komentar
Posting Komentar