TRADISI NEGERI DI ATAS AWAN :
RUWATAN GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG
RUWATAN GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG
Oleh : Qiro’ah (12010036)
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Sunan Pandanaran Yogyakarta
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Sunan Pandanaran Yogyakarta
PENDAHULUAN
Kebudayaan daerah adalah akar dari kebudayaan nasional. Oleh karena itu kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. Salah satu usaha untuk mempertahankan kebudayaan daerah adalah melalui pelestarian folklor. Danandjaja (1997:2) mendefinisikan folklor sebagai kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat.
Bagi kebanyakan orang, rambut gimbal adalah pilihan untuk mencerminkan gaya hidup. Tidak demikian dengan gimbal yang banyak ditemui pada anak-anak kecil di Dataran Tinggi Dieng. Sebagai tanah yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa, aura mistis dan berbagai mitos masih sangat kental terasa dalam kehidupan masyarakatnya. Salah satunya yang paling menarik adalah fenomena anak gimbal ini. Anak gimbal Dieng terlahir normal, sama dengan anak-anak yang lainnya. Pada suatu fase, tiba-tiba rambut mereka berubah gimbal dengan sendirinya. Berbagai penelitian untuk menyelidiki penyebabnya secara ilmiah belum membuahkan hasil.
Pada kesehariannya anak-anak ini tidak berbeda dan tidak diperlakukan spesial dibandingkan teman-temannya. Hanya saja mereka cenderung lebih aktif, kuat dan agak nakal. Apabila bermain dengan sesama anak gimbal, pertengkaran cenderung sering terjadi antara mereka. Warga Dieng percaya bahwa mereka ini adalah keturunan dari pepunden atau leluhur pendiri Dieng dan ada makhluk gaib yang "menghuni" dan "menjaga" rambut gimbal ini. Gimbal bukanlah genetik yang bisa diwariskan secara turun temurun. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang tahu kapan dan siapa anak yang akan menerima anugerah ini. Konon leluhur pendiri Dieng, Ki Ageng Kaladite pernah berpesan agar masyarakat benar-benar menjaga dan merawat anak yang memiliki rambut gimbal.
PEMBAHASAN
a. Pengertian
Di kalangan masyarakat Jawa yang masih kental dengan budaya dan mistik terdapat banyak ritual, salah satu diantaranya adalah ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel di Dieng. Kata Ruwat berarti: 1) Luar saka panenung (wewujudan sing salah kedaden); 2) Luar saka ing beban lan paukumaning dewa; 3) dipateni tumprap kewan kang bebayani (Purwadarminta, 1939:534). Dalam tradisi Jawa Kuna, ruwat dikenal dengan konsep lukat dengan arti dihapuskan, dibatalkan, dilepaskan, dibersihkan, disucikan (Zoetmulder, 1982:611-612).
Ruwatan adalah ritual sakral dengan tujuan untuk membebaskan, membersihkan seseorang dari sesuatu yang dipandang tidak baik atau buruk serta jahat. Dalam ruwatan juga ada harapan, keinginan, agar orang terhindar dari malapetaka yang akan menimpa kepada mereka apalagi ada kepercayaan dan keyakinan bahwa diri seseorang yang memiliki karakteristik tertentu seperti rambut gembel akan riskan dengan malapetaka tersebut, untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan adanya ritual ruwatan.
Unsur-unsur yang terdapat dalam Prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel adalah (1) bersesaji, (2) berkorban, (3) berdoa, (4) makan bersama, (5) berpawai.
Bersesaji atau Sajen adalah memberikan sajian berupa makanan, minuman dan perlengkapannya pada benda-benda pusaka atau tempat-tempat yang dianggap keramat untuk mendapatkan keselamatan dan kekuatan magis dari benda-benda pusaka atau roh-roh leluhur yang terdapat di tempat-tempat yang dianggap keramat.
Berkorban adalah memohon keselamatan, kebahagiaan, rahmat dari Tuhan dan roh para leluhur yang terdapat dalam benda-benda pusaka. Sedangkan makan bersama adalah salah satu wujud dari penyatuan kekuatan magis dari roh para leluhur dengan pelaku upacara dari masyarakat sekitar lokasi upacara.
Berpawai adalah membawa benda-benda pusaka, sesaji mengelilingi tempat upacara dengan maksud agar kekuatan magis yang terkandung dalam benda-benda pusaka dan sesajitersebut dapat memancar dan memberikan pengaruh baik serta keselamatan pada masyarakat dan tempat-tempat yang dilalui pawai.
Berpuasa adalah tidak makan dan minum dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk membersihkan diri dan menguatkan batin, yang terakhir adalah bersemedi yaitu mengkonsentrasikan jiwa dan perasaan pada satu titik untuk mendapatkan makna kehidupan yang dapat digunakan untuk memberikan ketenteraman pada masyarakat.
b. Prosesi Pelaksanaan Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
Dalam prosesi ritual ini, masyarakat di Pegunungan Dieng Banjarnegara membentuk panitia khusus yang diketuai oleh tetua adat masyarakat di Pegunungan Dieng. Kepanitiaan yang sudah dibentuk ini kemudian bertugas sesuai dengan bagiannya masing-masing.
Prosesi ritual ini melibatkan seluruh masyarakat di Pegunungan Dieng Banjarnegara. Dua minggu sebelum diadakannya ritual ruwatan, panitia mengadakan rapat untuk membagi tugas memasak sesajidan mempersiapkan perlengkapan yang akan dipergunakan dalam prosesi ruwatan, mendata siapa saja yang akan mengikuti ritual ruwatan potong rambut gembel.
Satu minggu sebelum upacara ritual ruwatan dilaksanakan, ketua panitia dan semua panitia mengadakan pengecekan terhadap semua perlengkapan yang akan digunakan dalam ritual, urutan prosesi ritual, tatanan dan aturan yang harus dilaksanakan selama prosesi ritual berlangsung.
Sehari sebelum ritual berlangsung, masyarakat memasak sesaji sesuai dengan bagiannya masing-masing dan mengatur perlengkapan ritual. Panitia sudah mempersiapkan semua perlengkapan dan peralatan yang akan digunakan dalam prosesi ritual. Perlengkapan itu antara lain: baju, dalang, tempat rambut yang sudah dipotong, tumpeng, sesaji.
Ritual dilaksanakan pada tanggal satu Sura. Pada hari itu sejak subuh masyarakat mulai berdatangan ke pelataran Batu Tulis tidak jauh dari Teater Dieng Plateu untuk membantu persiapan ritual. Peserta ritual ruwatan mempersiapkan diri didampingi oleh orang tua peserta ruwatan Potong Rambut Gembel. Peserta ritual diwajibkan memakai pakaian khusus, peserta pria memakai beskap sedangkan peserta wanita berkebaya. Rangkaian prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel adalah sebagai berikut:
1. Peserta ruwatan memasuki tempat ritual.
2. Pemimpin ritual berdoa mohon perlindungan Allah SWT.
3. Sungkeman. Prosesi ini bertujuan untuk meminta doa dan restu dari orangtua peserta ruwatan.
4. Pemimpin ritual ruwatan berdoa sebelum melakukan siraman (memandikan) peserta ruwatan.
5. Siraman. Prosesi ini secara simbolik melambangkan penyucian diri para peserta ruwatan.
6. Pemotongan rambut gembel merupakan acara puncak dalam prosesi ruwatan.Setiap kali akan memotong rambut gembel, pemimpin ritual memasukkan cincin emas di rambut yang akan dipotong sampai proses pemotongan rambut gembel selesai.
7. Rambut yang telah dipotong dimasukkan kedalam mangkuk yang berisi air dan kembang setaman. Rambut ini kemudian akan dihanyutkan di sungai sebagai lambang membuang segala petaka yang ada dalam diri peserta ruwatan.
8. Peserta berganti pakaian.
9. Memberikan permintaan sesuai keinginan dari peserta ruwatan.
10. Makan bersama.
Setelah semua prosesi selesai, sesaji diperebutkan masyarakat dan peserta ritual. Masyarakat yang memperebutkan makanan percaya bahwa apabila mendapatkan makanan tersebut akan memperoleh berkah panjang umur dan banyak rejeki.
c. Pokok-pokok Prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
Dalam pelaksanaan prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel ini ada beberapa pokok masalah yang perlu diuraikan lebih mendalam. Pokok-pokok masalah tersebut adalah:
1. Nama Ritual
Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel merupakan upacara pemotongan rambut pada anak-anak yang memiliki rambut gembel yang dilaksanakan oleh masyarakat di wilayah Dieng terutama di Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. Ritual ruwatan ini dilaksanakan setiap tahun pada tanggal satu Sura.
Masyarakat Dieng meyakini bahwa malam tanggal satu Sura adalah malam yang tepat untuk melakukan ritual suci. Mereka percaya pada pergantian tahun dalam penanggalan Jawa bersamaan dengan berlangsungnya perkawinan dari keturunan tokoh spiritual yang ternama yaitu keturunan Kyai Kaladete dan Nyai Roro Kidul. Kyai Kaladete Telaga Balekambang di Dieng. Telaga Balekambang dipercayai sebagai istana kediaman Kyai Kaladete. Kyai Kaladete adalah tokoh spiritual yang sangat dipercaya oleh warga masyarakat Dieng. Masyarakat Dieng percaya bahwa Kyai Kaladete adalah nenek moyang warga Dieng.
Selain mitos di atas, berkembang juga mitos bahwa di Dieng tepatnya di Desa Siterus Kecamatan Kejajar Kabupaten Banjarnegara merupakan desa tempat hidup keturunan dari Kerajaan Kalingga. Kerajaan Kalingga adalah kerajaan Hindu pada abad VIII yang ada di Dieng. Keturunan dari raja Kalingga inilah yang membangun candi Dieng. Masyarakat di daerah ini percaya apabila mempunyai anak yang berambut Gembel berarti anak tersebut titisan dari Keling (Kalingga). Anak titisan Keling ini menjadi anak kesayangan dayang yang menghuni kawasan Dieng. Hal ini menyebabkan anak-anak yang mempunyai rambut gembel mendapat perlakuan istimewa dari orangtua masing-masing.
Rambut gembel ini tidak akan dipotong sebelum anak tersebut minta untuk dipotong. Permintaan potong rambut gembel biasanya diikuti dengan permintaan anak sesuai keinginan yang harus dituruti oleh orangtua. Mereka percaya apabila permintaan tersebut tidak dikabulkan akan membuat anak tersebut celaka. Pada awalnya permintaan ini hanya sebatas makanan misal telur, daging, ayam goreng, bajudan sebagainya. Seiring dengan perkembangan zaman, permintaan ini menjadi lebih konsumtif misal handphone, playstation, boneka barbie, mobil remote control, dan lain sebagainya.
Pemotongan rambut gembel ini diawali dengan ritual ruwatan, siraman dan memandikan peserta ruwatan, setelah dipotong rambut gembel akan dihanyutkan di Kali Tulis untuk membuang segala malapetaka, bencana dan kejahatan. Sehingga anak yang diruwat akan memperoleh keselamatan, kesehatan, dan kebahagiaan.
2. Waktu Ritual
Menurut Koentjaraningrat (1992:254) waktu upacara atau ritual biasanya dirasakan sebagai saat-saat yang penting dan gawat, penuh dengan daya gaib. Daya gaib yang berbahaya itu harus ditolak dan dijaga lewat pelaksanaan upacara atau ritual.
Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel di Dieng Kabupaten Banjarnegara dilaksanakan setiap tahun pada tanggal satu Sura. Pemilihan waktu ini disesuaikan dengan keyakinan masyarakat Dieng bahwa tanggal satu Sura adalah tanggal keramat dalam penanggalan Jawa, yang tanggal tersebut dipercaya mempunyai daya magis yang sangat tinggi.
3. Tempat Ritual
Tempat Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel di Dieng tepatnya di pelataran Batu Tulis. Sebelum rambut gembel dipotong, peserta ruwatan dimandikan di Goa Sumur. Setelah rambut dipotong kemudian rambut gembel tersebut dihanyutkan di Kali Tulis yang membelah wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo.
4. Peserta Ritual
Pada awalnya Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel ini hanya diikuti oleh orangtua yang memiliki anak berambut gembel, tetua desa dan pemangku adat saja, yaitu sesepuh desa dan perangkat desa Dieng, masyarakat umum belum mengikuti Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel. Tetapi sekarang peserta ruwatan terdiri dari orangtua dan anak yang mempunyai rambut gembel, sesepuh desa Dieng, pemangku adat desa Dieng, warga masyarakat Desa Dieng dan masyarakat dari luar Dieng.
5. Tujuan Ritual
Pusponingrat (1996:5) mengatakan bahwa tujuan dari pawai Sesaji adalah untuk memperluas daya magis dan aura dari sesaji serta daya keramat dari sesaji yang dipawaikan. Semua upacara ritual bertujuan untuk mencapai keselamatan, kebahagiaan dan ketenteraman bagi masyarakat pelaku ritual tersebut (Koentjaraningrat,1985).
Inti dari Prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel di Dieng ini ialah membuang segala bencana, kejahatan, dan malapetaka sehingga anak yang diruwat memperoleh keselamatan dan kebahagiaan, sekaligus untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi warga masyarakat Dieng. Dengan melakukan ritual ini masyarakat akan merasa tenang, ayem tentrem. Sebaliknya apabila masyarakat tidak melaksanakan ritual maka akan timbul rasa takut akan adanya musibah atau gangguan roh halus yang jahat. Ritual ini juga berhubungan dengan pemujaan dan penghormatan kepada Allah SWT dan para leluhur ini merupakan permohonan untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
6. Bentuk dan Isi Doa yang Digunakan dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
Berdoa adalah suatu unsur yang selalu ada dalam setiap upacara keagamaan yang ada didunia. Doa pada mulanya adalah ucapan keinginan dari manusia yang diminta kepada para leluhurnya, dan juga ucapan hormat kepada para leluhur, baru kemudian memohon kepada Tuhan lewat doa. Doa kepada Tuhan biasanya disampaikan dibawah pimpinan seorang pemuka agama (Frans-Magnis,1996). Dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel Rewanda doa yang dilantunkan menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Arab (sesuai dengan doa dalam agama Islam) yang dilantunkan bersama dibawah pimpinan seorang pemuka agama.
Pembacaan doa ini bertujuan untuk memohon kepada Tuhan, sang penguasa alam dan isinya untuk memberikan keselamatan dan dijauhkan dari marabahaya. Dalam konsep Jawa berdoa juga mempunyai arti untuk memohon
Pembacaan doa ini bertujuan untuk memohon kepada Tuhan, sang penguasa alam dan isinya untuk memberikan keselamatan dan dijauhkan dari marabahaya. Dalam konsep Jawa berdoa juga mempunyai arti untuk memohon perlindungan kepada penguasa alam raya sehingga umat manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan keselamatan (Frans-Magnis, 1996).
Isi doa yang dilantunkan dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel berisi permohonan kepada Allah untuk mengampuni dosa, menjauhkan diri dari segala kemungkaran, memberikan rahmat serta hidayahnya dan rejeki yang banyak. Sehingga tujuan utama masyarakat di Dieng menyelenggarakan Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel, selain untuk mengucap syukur atas segala karunia Allah juga memohon perlindungan dari Allah, menjauhkan dari segala marabahaya dan mendapatkan rejeki yang melimpah, sehingga dapat membawa kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan kepada seluruh warga masyarakat.
PENUTUP
Dalam perkembangan yang semakin maju ini, peserta tradisi Ruwatan Gembel ini sudah jarang diikuti oleh warga. Dikarenakan Islamisasi yang berkembang pesat sehingga para warga lebih cenderung berpikiran agamis, mereka menganggap bahwa ruwatan seperti itu bisa dilakukan sendiri dirumah tanpa harus memasukkan unsur-unsur animisme ke dalamnya. Sebagian besar yang datang dalam acara tradisi tersebut adalah pengunjung yang hanya berkepentingan untuk hiburan semata. Walaupun demikian, warga masih tetap menganggap Ruwatan Gembel sebagai tradisi Dieng dan kesenian yang unik.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1980. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press.
---------. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
---------. 1994. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Frans Magnis,Suseno. 1984. Etika Jawa. Jakarta: Gramedia.
Infonya sangat bermanfaat dan bagu sekali artikel yang tertulis di website ini. Benar-benar sangat membantu
BalasHapusCara Buang Sial Praktis Dengan RUWATAN SENGKALA - Kunjungi www.RuwatanSengkala.com
yak, makasih atas apresiasinya mas.
BalasHapus