Langsung ke konten utama

Tradisi Pembacaan Barzanji Masyarakat Melayu Riau



ISLAM DAN BUDAYA MELAYU:
 Tradisi Pembacaan Barzanji Masyarakat Melayu Riau
Oleh:
Qurrotu A’yun (12010037)
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran
Pendahuluan
Masyarakat Riau adalah mayoritas masyarakat Melayu yang menempati Riau, Kepulauan Riau, dan Riau Daratan, sekaligus memiliki nilai budaya Melayu. Dalam sejarah telah terungkap bahwa pada zaman lampau orang Melayu adalah bangsa “penakluk” dan berhasil “memerintah”  suku-suku lainnya di Nusantara. Orang Melayu dulunya adalah pedagang perantara yang lihai sekaligus membawa Islam dan budaya Melayu ke segenap pelosok Nusantara dan Asia.
Dengan masuknya Islam ke budaya Melayu, tentunya lambat laun juga akan memengaruhi budaya dan tradisi Melayu yang ada. Hingga menjadilah tradisi atau budaya Melayu Islam.
Tetapi seiring perkembangan zaman, kemoderenan hampir saja menenggelamkan budaya dan tradisi yang telah ada. Seperti halnya tradisi Barzanji ini. Tradisi ini masih terus dilestarikan oleh masyarakat Riau, untuk memeliharanya agar tidak mundur secara teratur dan akhirnya menghilang. Dan ini merupakan tugas kita, para penerus tradisi untuk melestarikan dan menjaga, dengan menggali dan mencari tau apa-apa saja kebudayaan dan tardisi yang telah ada di Nusantara.  
Asal usul Bangsa Melayu

Orang Melayu zaman dahulu
            Asal usul bangsa Melayu hingga kini masih kabur dan belum menemukan titik terang. Akan tetapi seorang sarjana Eropa seperti Hendrik Kern (Belanda) dan Robert Von Heine Geldren (Austria) telah melakukan penelitian tentang masyarakat Melayu kuno. Teori mereka mengatakan bahwa bangsa Melayu berasal dari kelompok Austronesia, yaitu kelompok manusia yang berasal dari daerah Yunan di Cina yang kemudian berhijrah dalam bentuk beberapa gelombnag pergerakan manusia dan akkhirnya menduduki wilayah Asia Tenggara.
            Secara garis besar terdapat 2 teori mengenai asal usul bangsa Melayu yaitu (a) bangsa Melayu berasal dari Yunnan (Teori Yunnan), dan (b) bangsa Melayu berasal dari Nusantara (Teori Nusantara). Selain itu ada juga pendapat yang mengatakan bahawa orang Minangkabau itu berasal daripada pengikut Nabi Nuh, yaitu bangsa Ark yang mendarat di muara sungai Jambi dan Palembang, semasa banjir besar berlaku di bumi. Tetapi pendapat ini masih belum mendapat bukti yang kukuh.
            Teori yang pertama disokong oleh beberapa beberapa sarjana R.H. Geldern, J.H.C Kern, J.R., Foster,J.R., Logen, Slametmuljana dan juga Asmah Haji Omar. Secara keseluruhannya, alasan-alasan yang menyokong teori ini adalah seperti (a) Kapak Tua yang mirip kepada Kapak Tua di Asia Tengah di Kepulauan Melayu. Perkara ini menunjukkan adanya migrasi penduduk dari Asia Tengah ke Kepulauan Melayu; (b) Adat resam bangsa Melayu mirip kepada suku Naga di daerah Assam (berhampiran dengan sempadan India dengan Myanmar) (c) Bahasa Melayu adalah serumpun dengan bahasa di kemboja. Lebih lanjut lagi, penduduk di Kemboja diperkirakan berasal dari dataran Yunnan dengan menyusuri sungai Mekong. Perhubungan bangsa Melayu dengan bangsa Kemboja sekaligus menandakan pertaliannya dengan dataran Yunnan. Teori ini merupakan teori yang populer yamg secara umum diterima.

Orang-orang Melayu
            Berdasarkan teori ini, dikatakan orang Melayu datang dari Yunnan ke Kepulauan Melayu menerusi tiga gelombang yang utama, yaitu orang Negrito, Melayu Proto, dan juga Melayu Deutro. Orang Neggrito merupakan penduduk paling awal di Kepulauan Melayu, dipercayai berasal daripada golongan Austronesia di Yunnan. Mereka dikatakan berada Melayu sejak 1000 SM berdasarkan perkiraan arkeologi di Gua Cha, Kelantan.
Kelompok yang kedua ialah Melayu-Proto. Berdasarkan pendapat yang mengatakan bahawa orang Melayu ini berasal dari Asia Tengah, perpindahan tersebut (yang pertama) diperkirakan pada tahun 2500 SM. Mereka ini kemudian dinamai sebagai Melayu-Proto. Peradaban orang Melayu-Proto ini lebih maju sedikit daripada orang Negrito.
Kelompok yang ketiga dikenali sebagai Melayu Deutro. Perpindahan penduduk yang kedua dari Asia yang dikatakan dari daerah Yunan diperkirakan berlaku pada tahun 1500 SM. Mereka dinamai Melayu-Deutro dan telah mempunyai peradaban yang lebih maju daripada melayu proto.

Ukiran yang dipercaya sebagai peninggalan orang Melayu kuno.
Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa Melayu adalah nama sungai di Sumatera Selatan yang mengalir disekitar bukit Si Guntang dekat Palembang. Si Guntang merupakan tempat pemunculan pertama tiga orang raja yang datang ke dunia Melayu. Mereka adalah asal dari keturunan raja-raja Melayu di Palembang (Singapura, Malaka dan Johor), Minangkabau dan Tanjung Pura.
Pengaruh Islam terhadap Budaya Melayu
            Berdasarkan catatan sejarah, agama Islam pertama kali masuk ke Nusantara, khususnya pantai Timur Sumatera, dan sepanjang Selat Malaka, sejak abad ke-7 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Tanah Arab. Penduduk dan Kepulauan Melayu pada asalnya banyak yang menganut agama Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan. Dari kalangan inilah, banyak yang tertarik masuk Islam baik melalui perkawinan, hubungan perdagangan, maupun gerakan dakwah (ceramah-ceramah agama maupun pendidikan di pesantren).
            Sejak itu Islam berpengaruh terhadap agama dan budaya yang menentukan pertumbuhan dan perkembangannya. Sejak penduduk dan Raja beragama Islam, Melayu sudah identik dengan Islam.
Tadisi Pembacaan Barzanji Masyarakat Melayu Riau

contoh kitab barzanji yang sering dipakai

Kata Barzanji dalam Kamus Besar Bahasa Inonesia diartikan sebagai isi bacaan puji-pujian yang berisi riwayat Nabi Muhammad SAW. Jadi, Barzanji atau Berzanji adalah kitab yang berisi doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitanan, pernikahan dan maulid Nabi Muhammad SAW. Adapun isi Barzanji tersebur adalah berupa tutur tentang kehidupan Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad SAW.
Nama Barzanji diambil dari nama pengarang buku tersebut, yaitu Syekh Jafar al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim. Karya tersebut sebenarnya berjudul Iqd al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Pada mulanya, Ja’far al-Barzanj mengarang kitabnya yang berjudul Iqd al-Jawahir adalah hanya dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Ketika kitab tersebut ditulis, peringatan itu sendiripun belum menjadi tradisi Islam. Baru pada tahun 1207 M, Muzaffar ad-Din di Mosul, Irak, merayakannya dan tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai daerah termasuk hingga ke Riau.
Sebagai karya yang menceritakan tokoh terbesar dalam Islam, yakni Nabi Muhammad SAW, bisa dikatakan pertunjukkan pembacaan karya Ja’far al-Barzanj ini tidak boleh dipandang sebagai pertunjukkan biasa. Bahkan pembacaan kitab Barzanji merupakan tradisi yang sering bahkan pasti dilakukan di bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu bulan Maulud menurut penannggalan Hijriah.  
Tradisi Barzanji telah dilakuakn sejak Islam masuk ke Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, masuknya Islam memberi pengaruh besar pada kebudayaan Melayu. Begitupun dengan tradisi pembacaan Barzanji pada masyarakat Riau. Dalam masyarakat Melayu Riau, pembacaan Barzanji biasanya dilakukan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Namun tidak terbatas pada peringatan itu saja, tradisi Barzanji juga digelar pada berbagai kesempatan, sebagai sebuah penghargaan untuk pencapaian sesuatu yang lebih baik. Misalnya pada saat kelahiran bayi, mencukur rambut bayi (akikah), acara khitanan, pernikahan dan upacara lainnya.

Pembacaan barzanji pada acara maulid Nabi
Di dalam tradisi pembacaan Barzanji, tentunya memadukan berbagai kesenian, antara lain seni musik, seni tarik suara, dan keindahan syair kitab Barzanji itu sendiri. Syair-syair dalam kitab Barzanji tersebut dilantunkan dengan lagu-lagu tertentu, dan kadang diiringi alat musik rebana.

Pembacaan barzanji pada acara maulid
Kitab Barzanji terdiri dari dua bagian besar, yaitu natsar dan nadhom. Natsar berupa prosa liris yang menceritakan kehidupan Nabi maupun silsilah beliau. Bagian ini terdiri dari 19 sub. Sedangkan nadhom berbentuk puisi yang ditulis dalam bentuk bait-bait. Nadhom terdiri dari 205 untaian syair. Bagian ini menyatu ke dalam 16 sub bagian. Seperti halnya penulisan sya’ir, Ja’far al-Barzanji juga menggunakan berbagai idiom dan metafor sebagai ungkapan kecintaan dan kekagumannya pada Nabi Muhammad SAW. misalnya gambaran Ja’far al-Barzanj mengenai Nabi Muhammad SAW yang seperti bulan, matahari, dan ungkapan cahaya di atas cahaya pada bagian nadhom.
Tradisi Barzanji dan pembacaan solawat tentunya merupakan kegiatan yang sarat akan niali-nilai positif. Beberapa niali yang terkandung dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut.
a.       Nilai Religius
Pembacaan kita Barzanji merupakan bentuk bukti kecintaan penganut agama Islam terhadap Nabi Muhammad SAW. Syair dan hakikat yang tertulis dalam kitab tersebut memaparkan nilai-nilai yang baik yang dapat meningkatkan kadar religiusitas seseorang. Selain itu, masyarakat juga dapat mengambil hikmah dari kehidupan Nabi Muhammad SAW dari kitab tersebut.
b.      Nilai Sosial

Dengan tradisi barzanji yang digelar, dapat mempererat tali silaturrahmi
Tradisi Barzanji yang digelar pada perayaan hari besar seperti Maulid Nabi dan berbagai upacara lainnya di masyarakat, seperti perkawinan, kelahiran anak, khitanan, dan lain-lain membuka ruang besar bagi masyarakat untuk bersosialisasi antara satu dengan lainnya. Karena, dengan kegiatan semacam inilah, mereka yang jarang bertemu akan bertemu dan mempererat tali persaudaraan dan ikatan sosial di antara mereka dalam masyarakat.
c.       Nilai Budaya   
Syair-syair yang terangkum dalam kitab Barzanji, meskipun menceritakan kehidupan Nabi Muhammad SAW, merupakan karya yang bernilai sastra tinggi. Sebgaimana yang kita ketahui, bangsa Arab mempunyai tradisi penulisan sastra yang kuat. Hal ini sejalan dengan budaya Melayu yang juga mempunyai tradisi sastra yang tidak bisa dikatakan bermutu rendah. Perpaduan antara kedua budaya inilah yang akan menghasilakn bentuk budaya baru. Perpaduan yang juga memperkaya kebudayaan Indonesia.
Kesimpulan
Tradisi Barzanji merupakan tradisi Melayu yang berlangsung hingga kini. Tradisi ini terus mengalami perkembangan dengan berbagai inovasi yang da. Misalnya penggunaan alat musik modern untuk mengiringi lantunan Barzanji dan sholawat. Barzanji menghubungkan praktik tradisi Islam masa kini dengan tradisi Islam di masa lalu. Selain itu, melalui Barzanji masyarakat Melayu Islam dapat mengambil pelajaran dari kehidupan Nabi Muhammad SAW.
            Dari perayaan pembacaan Barzanji ini, ada banyak nilai-niali yang dapat kita ambil. Menambah kecintaan kita terhadap baginda Rasul. Dan dari syair-syair tersebut kita dapat mengambil hikmah dari kehidupan Nabi Muhammad.
            Dan juga, dengan kegiatan tradisi ini, dapat membuka ruang sosialisasi antar satu dengan lainnya. Sehingga mempererat hubungan tali silaturrahmi. Dan dengan perpaduan antara budaya Islam dan Indonesia akan melahirkan budya baru sehingga memoerkaya kebudayaan Indonesia. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upacara Adat Ammateang

Upacara Adat Ammateang Bugis Oleh : Zulkifli (12010047) Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran Pendahuluan Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan kemiskinan. Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas adat dan   budaya yang tunggal bukan berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman adat dan budaya yang ada membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi adat dan budaya yang luar biasa, jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil cipta manusia. Dengan demikian adat dan Budaya amupun tradisi akan selalu mengalami dinamis dan mendapatkan akulturasi dari berbagai aspek seperti ajaran islam. Pembahasan di sini menggali sebuah adat suku bugis di pulau bagian timur tepatnya di sulawesi selatan. Adat tersebut di kenal dengan nama Upacara Adat Ammateang yang mengalami akulturasi dengan islam yang sejalan dengan perkembangan zaman. Adat Upacara Adat

Budaya Lokal dan Islam di Kabupaten Kudus

Budaya Lokal dan Islam di Kabupaten Kudus Oleh : Miftahul Karim Pendahuluan Kabupaten Kudus merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukota kabupaten ini adalah Kudus, terletak di jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang dan Kota Surabaya. Kota ini terletak kurang lebih 51 kilometer dari timur Kota Semarang. Kabupaten kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten Jepara di barat. Kudus merupakan penghasil rokok kretek terbesar di Jawa tengah dan juga merupakan kota santri. Kota ini merupakan pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Selain sebagai penghasil rokok kretek terbesar dan sota santri, kudus juga merupakn kabupaten yang kaya akan kebudayaannya. Seperti dandangan, buka luwur, juga bulusan, serta berbagai macam ragam daerahnya yang menarik untuk diamati dan dipelajari. PEMBAHASAN Seperti banyak daerah di Indonesia, Kabupaten kudus juga memiliki ragam kebudayaan y

Selamatan Tujuh Bulanan (Tingkeban)

Selamatan Tujuh Bulan / Tingkeban Mufijatul Hasanah/ 12010028 Islam Budaya Lokal/ M. Sidqi, M. Hum Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran A. Pendahuluan Proses terjadinya manusia merupakan peristiwa yang sangat menakjubkan, sebagai tanda keagungan Sang Pencipta. Berwujud dari benda yang tak bernilai /sperma secara bertahap berubah hingga akhirnya sempurna dan lengkap dengan anggota badan yang tersusun rapi dan rumit, bahkan dilengkapi dengan akal pikiran, budi pekerti dan perasaan. Ajaran Islam bisa dinyatakan telah kuat jika sudah mentradisi ditengah masyarakat muslim, sehingga tradisi menjadi sangat menentukan dalam keberlangsungan ajaran disaat tradisi itu telah menyatu dengan ajaran, karena tradisi merupakan darah daging dalam tubuh masyarakat, sementara mengubahnya adalah sesuatu yang sangat sulit, maka sangatlah bijaksana ketika tradisi tidak diposisikan berhadapan dengan ajaran, tetapi sebagai pintu masuk suatu ajaran. Dalam makalah ini sekilas dibahas tentang