Langsung ke konten utama

Selametan



Selametan
Oleh : Zuliana
Pendahuluan
Tanaman padi dan palawija umumnya diusahakan atau ditanam di lahan sawah dengan pola pergiliran tanaman padi - padi – palawija dan untuk setiap musim tanam pola tanam yang dilakukan adalah monoculture (Satu jenis tanaman dalam hal ini yang dimaksud kebanyakan adalah padi). Sedangkan untuk tanaman melati yang banyak ditanam di lahan pesisir dan sayuran ditanam di tegalan diusahakan sepanjang tahun tanpa ada pergiliran tanaman ataupun pola tanam. Jenis lahan yang dimanfaatkan untuk berusaha tani umumnya sesuai dengan komoditas yang ditanam, dengan luas yang masing-masing mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Dari luas tanam yang dimanfaatkan diketahui bahwa tanaman padi merupakan tanaman yang mempunyai luas tanam paling luas dibandingkan dengan tanaman lain. Kondisi ini menggambarkan bahwa padi merupakan komoditas strategis yang perlu dikelola dengan serius mengingat kebutuhan padi terus meningkat dan program swasembada pangan masih ditekankan pada komoditas padi. Adanya Program ketahanan pangan yang sedang dicanangkan oleh pemerintah saat ini, pada dasarnya bertujuan memanfaatkan komoditas lain selain padi sebagai bahan kebutuhan pangan dan merupakan langkah yang tepat sebagai untuk mengangkat komoditas lain sebagi sumber pangan dan sumber penerimaan keluarga.
            Untuk menjaga agar padi tetap sehat dan tumbuh subur maka diperlukan suntkan jasmani dan rohani, jasmani dari pupuk, air dan lain-lain. Sedangkan dari rohani yaitu dengan cara berdo’a kepada Allah untuk kesuburan padi agar nantinya membawa hasil yang banyak dan melimpah sekaligus berkah.


Tolak Balak
            Tolak balak adalah tradisi turun-temurun yang ada di desa saya yaitu Sumberejo kabupaten Demak. Tolak mempunyai arti menolak, sedangkan Balak mempunyai arti kesialan / musibah. Jadi, tolak balak berarti menolak kesialan/musibah. Awal mulanya tradisi ini tidak ada akan tetapi karena pada suatu ketika terjadi pancaroba dan hama (wereng, tikus dll) yang menyerang




,    ,  
maka diadakanlah kegiatan tolak balak ini yang bertujuan untuk menyelamatkan padi dari hama tersebut. Dan ternyata setelah melakukan beberapa kali ritual ini padi yang ditanam bebas dari hama dan mendapatkan hasil yang melimpah. Dan setelah itu kebiasaan tersebut lama-lama menjadi sebuah tradisi yang masih terjaga dan dijalankan sampai sekarang.

Bagi sebagian masyarakat Sumberejo yang masih mempercayai dan menghormati leluhur mereka, ritual adat memang bukan hal biasa seperti memberi sesaji. Hal ini dilakukan untuk menghormati para leluhur mereka sekaligus jembatan bagi mereka untuk tetap berkomunikasi dengan arwah leluhur. Akan tetapi, perlu dicermati bahwa tidak semua masyarakat Sumberejo yang masih mencampur adukkan ajaran agama Islam dan adat. Ada juga sebagian masyarakat Sumberejo yang benar-benar menjalani syariat agama Islam. Mereka adalah orang-orang yang benar-benar tahu dan mengerti tentang ajaran agama Islam dan pengetahuan serta sikap mereka yang sudah tidak kolot atau menerima begitu saja kebudayaan leluhur.

Prosesi
            Rangkaian acara dimulai dengan pengumuman yang disampaikan pada hari jum’at setelah sholat jum’at, seorang takmir masjid mengumumkan untuk membawa nasi+ lauk untuk dibawa ke Tanggul (pinggiran sawah) pada sabtu sore sekitar jam 4 sore, Para tokoh masyarakat Desa Sumberejo kabupaten Demak memeriksa beberapa bakul yang dibawa para masyarakat, sebagai syarat yang harus dipenuh dalam ritual tolak bala bagi keselamatan padi. Dalam masyarakat Sumberejo orang-orang yang paham dengan agama Islam ialah Kiai. Kiai di desa Sumberjo saat itu adalah bpk yai Imron orang yang paling dihormati dalam masyarakat Sumberejo. Pejabat dan orang-orang kaya merupakan hal kedua yang wajib dihormati dalam masyarakat. Biasanya orang-orang yang menjadi Kiai adalah orang-orang yang pengetahuan tenatang agama Islam itu tinggi. Ia menjadi panutan dalam masyarakat yang siap dimintai bantuan oleh masyarakatnya. Selain itu, yang biasanya menjadi Kiai ialah keturunan dari Kiai terdahulu. Ia diangkat menjadi Kiai selain pengetahuan agamanya yang tinggi juga karena orangtuanya juga cukup dikenal di masyarakat. Selanjutnya, bakul berisi nasi yang disiapkan didalamnya berisi seperti nasi, ikan, ayam, urap maupun sejumlah lauk lainnya. tiap keluarga membawa satu bakul nasi lengkap dengan lauknya. Setelah itu, seorang tokoh masyarakat (kiai) membaca tahlil yang diikuti oleh semua jamaah. Tahlilan ini memakan waktu sekitar 45 menit, setelah selesai bakul yang berisi nasi dan lauk-pauk tadi dibagikan secara acak sehingga tiap masyarakat belum tentu mendapatkan bakul yang dibawanya sendiri. Setelah mendapatkan bakul para masyarakat memakan isi bakul tadi secara bersama-sama. Adapun sisanya dibawa pulang untuk keluarga mereka yang tidak sempat ikut. Hal ini dimaksudkan sebagai ngalap barokah.   

 
            Jika dilihat  mengenai fenomena ini, sebenarnya budaya tolak bala ini memanglah sebuah adat atau kebiasaan dari masyarakat Sumberejo yang mencampurkannya dengan ajaran Islam. Pada perkembangannya budaya ini dicampurkan dengan mitos dan kepercayaan takhayul masyarakat yang belum mengerti ajaran Islam. Inilah kunci sebenarnya dari menolak bala atau tepatnya berlindung dari bencana dengan memohon perlindungan Allah Swt.  Kita tidak bisa menolak bala tapi kita bisa memohon perlindungan dari Allah Swt. segala bentuk budaya dan adat itu tidak wajib dan tidak perlu dilaksanakan, kita sebagai mahluk ciptaan-Nya hanya bisa meminta dengan ibadah kepada yang Kuasa.

Kesimpulan
            Tiap wilayah terutama di Jawa mempunyai banyak ritual untuk tujuan tertentu, tujuannya adalah semata mengharapkan ridlo dari Allah SWT untuk keselamatan, kesehatan mereka sekaligus sebagai budaya yang telah di wariskan oleh orang-orang sebelum mereka.
            Menyikapi budaya tolak bala ini tergantung pada diri kita memahaminya. Kita dapat mengatakannya sebagai mitos jika yang kita lihat adalah subjektivitas masyarakatnya dalam mempercayai tolak bala ini dan selalu dikaitkan dengan takhayul yang berbau klenik. Namun pada dasarnya tolak bala ini berasal dari kepercayaan yang tumbuh dari penganutnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upacara Adat Ammateang

Upacara Adat Ammateang Bugis Oleh : Zulkifli (12010047) Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran Pendahuluan Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan kemiskinan. Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas adat dan   budaya yang tunggal bukan berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman adat dan budaya yang ada membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi adat dan budaya yang luar biasa, jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil cipta manusia. Dengan demikian adat dan Budaya amupun tradisi akan selalu mengalami dinamis dan mendapatkan akulturasi dari berbagai aspek seperti ajaran islam. Pembahasan di sini menggali sebuah adat suku bugis di pulau bagian timur tepatnya di sulawesi selatan. Adat tersebut di kenal dengan nama Upacara Adat Ammateang yang mengalami akulturasi dengan islam yang sejalan dengan perkembangan zaman. Adat Upacara Adat

Selamatan Tujuh Bulanan (Tingkeban)

Selamatan Tujuh Bulan / Tingkeban Mufijatul Hasanah/ 12010028 Islam Budaya Lokal/ M. Sidqi, M. Hum Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran A. Pendahuluan Proses terjadinya manusia merupakan peristiwa yang sangat menakjubkan, sebagai tanda keagungan Sang Pencipta. Berwujud dari benda yang tak bernilai /sperma secara bertahap berubah hingga akhirnya sempurna dan lengkap dengan anggota badan yang tersusun rapi dan rumit, bahkan dilengkapi dengan akal pikiran, budi pekerti dan perasaan. Ajaran Islam bisa dinyatakan telah kuat jika sudah mentradisi ditengah masyarakat muslim, sehingga tradisi menjadi sangat menentukan dalam keberlangsungan ajaran disaat tradisi itu telah menyatu dengan ajaran, karena tradisi merupakan darah daging dalam tubuh masyarakat, sementara mengubahnya adalah sesuatu yang sangat sulit, maka sangatlah bijaksana ketika tradisi tidak diposisikan berhadapan dengan ajaran, tetapi sebagai pintu masuk suatu ajaran. Dalam makalah ini sekilas dibahas tentang

Budaya Lokal dan Islam di Kabupaten Kudus

Budaya Lokal dan Islam di Kabupaten Kudus Oleh : Miftahul Karim Pendahuluan Kabupaten Kudus merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukota kabupaten ini adalah Kudus, terletak di jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang dan Kota Surabaya. Kota ini terletak kurang lebih 51 kilometer dari timur Kota Semarang. Kabupaten kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten Jepara di barat. Kudus merupakan penghasil rokok kretek terbesar di Jawa tengah dan juga merupakan kota santri. Kota ini merupakan pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Selain sebagai penghasil rokok kretek terbesar dan sota santri, kudus juga merupakn kabupaten yang kaya akan kebudayaannya. Seperti dandangan, buka luwur, juga bulusan, serta berbagai macam ragam daerahnya yang menarik untuk diamati dan dipelajari. PEMBAHASAN Seperti banyak daerah di Indonesia, Kabupaten kudus juga memiliki ragam kebudayaan y